Coba perhatikan gambar tersebut (sumber gambar comot di google, terus diedit jadi bahasa Indonesia. hehehe...). Kalau dilihat
sekilas, hal itu hanya menunjukkan lelucon biasa. Mungkin ada yang tertawa
membayangkan bagaimana gajah atau ikan itu diminta untuk memanjat pohon. Namun,
setelah kita pahami lebih lanjut, ada hal unik dan menarik yang dapat kita
petik dari ilustrasi tersebut. Kita analogikan ilustrasi tersebut kedalam
pembelajaran. Setiap orang mendapatkan ujian yang sama dan dianggap setiap
orang memiliki kemampuan yang sama. Kalau kurang dari itu maka gagal.
Selama ini penilaian kecerdasan seseorang
dilihat dari rapornya. Pertama kali ditanyakan adalah “Rangking berapa di
kelas”. Ia pasti bangga jika ia rangking 3 besar dikelasnya. Apalagi jika ia
mampu menjadi ranking 1. Lalu apa yang terjadi dengan anak yang memiliki
rangking terakhir dikelasnya? Apakah ia dapat dikatakan sebagai anak yang
bodoh? Lalu jika dikelompokkan dengan kelas yang berbeda, bisa jadi ia menjadi
rangking atas, tengah atau bawah. Tergantung dimana ia ditempatkan.
Namun sebenarnya, apa yang dipelajari dan dinilai
itu lebih ke arah kecerdasan berbahasa, atau kecerdasan matematiknya. Dua
kecerdasan tersebut umumnya menjadi tolak ukur bahwa siswa dikatakan cerdas. Ia
akan dikatakan cerdas jika ia bisa menyelesaikan soal matematika, atau soal
fisika dengan cepat, dan benar. Ia akan dianggap cerdas jika bisa berbahasa
Inggris dengan lancar. Ia dikatakan cerdas jika ia bisa menggambar dengan
sempurna.
Merujuk dari sebuah film karya Aamir Khan yang
berjudul “Taare Zameen Par” pada tahun 2007, bahwa setiap anak memiliki pribadi
yang unik dan berbeda-beda. Setiap kekurangan tidak bisa ditolerir, meskipun
kurang 0,01 pun tidak bisa ditolerir. Memang benar bahwa hidup adalah
perlombaan, tapi tidak semua adalah lomba lari. Ada lomba renang, ada lomba
menghias tumpeng, ada lomba karikatur, ada lomba balap sepeda. Pesertanyapun
juga berbeda-beda.
Berangkat dari permasalahan ini, apakah memang
ada kajian yang dapat menyelesaikan masalah ini? Jawabnya masih belum. Terkait
teori sebenarnya ada alternatif terkait hal ini. Alternatif tersebut adalah Multiple Intelligence atau
dikenal dengan kecerdasan majemuk yang dicetuskan oleh Howard Gardner, seorang
Professor Pendidikan di Universitas Harvard. Gardner (1993) menegaskan bahwa skala
kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan
sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan
seseorang.
Gardner awalnya mengungkap ada 6
kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Sekarang ini, Gardner sudah
mengembangkannya dan ada 9 kecerdasan yang mewakili kemampuan unik seseorang
dan cara mereka memilih untuk menunjukkan kemampuan intelektualnya. Kesembilan
kecerdasan tersebut antara lain:
- Kecerdasan Verbal-Linguistic (kemampuan verbal dan sensivitas terhadap suara, makna dan ritme dari kata atau kalimat)
- Kecerdasan Logical-Mathematical (kemampuan untuk berpikir secara konseptual dan abstrak, serta memahami logika dan pola numerik)
- Kecerdasan Spatial-Visual (kemampuan untuk membayangkan gambar atau panorama, kemudian memvisualisasikan secara akurat dan abstrak)
- Kecerdasan Body-Kinesthetic (kemampuan untuk mengendalikan gerakan tubuh seseorang dan untuk menangani benda-benda dengan terampil)
- Kecerdasan Musical (kemampuan untuk menghasilkan dan menghargai irama, nada dan kayu)
- Kecerdasan Interpersonal (kemampuan untuk mendeteksi dan merespon secara tepat terhadap suasana hati, motivasi dan keinginan orang lain)
- Kecerdasan Intrapersonal (kemampuan untuk sadar diri dan selaras dengan perasaan, nilai, kepercayaan, dan proses berpikir batin)
- Kecerdasan Naturalist (kemampuan mengenali dan mengkategorikan tanaman, hewan dan benda lain di alam)
- Kecerdasan eksistensial (kepekaan dan kemampuan untuk mengatasi pertanyaan mendalam tentang eksistensi manusia seperti, “Apa arti hidup?” “Mengapa kita mati?” “Bagaimana kita sampai disini?”)
Komentar
Posting Komentar